Mengenai Saya

Foto saya
Hidup adalah untuk berkarya. Memotivasi diri sendiri dan orang lain. Menjadi inspirasi bagi orang lain. Menjadikan oranglain jadi inspirasi.
Tampilkan postingan dengan label Kisah tentangmu inong. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kisah tentangmu inong. Tampilkan semua postingan

Rabu, 22 Desember 2021

Happy mother’s day to inong

 

 


Hari ini tepatnya tanggal 22 Desember 2021, hampir semua media sosial diramaikan dengan ucapan spesial untuk para ibu seperti facebook, instagram, grup wa, dan status wa. Setiap tahun ditanggal yang sama dirayakan sebagai hari ibu. Setiap orang mengucapkan selamat hari ibu untuk ibunya masing-masing. Ada yang mengirimkan ucapan selamat melalui puisi ada juga yang mengupload fotonya bersama ibu yang dikasihinya.

Moment ini dijadikan sebagai hari spesial untuk mengingatkan semua umat manusia akan pengorbanan seorang ibu yang sudah mengandung, melahirkan dan merawat hingga si anak menjadi pribadi yang mandiri dan dewasa. Saya juga tidak mau ketinggalan. Tadi pagi saya dengan sigap mengambil hp saya mengucapkan selamat hari ibu di grup wa keluarga, menyampaikan selamat hari ibu untuk inong, adek, eda yang sudah menjadi seorang ibu.

Bagi saya sendiri moment hari ini adalah mengambil satu refleksi yang akan saya lakukan yaitu semakin mengasihi dan menyayangi inong yang sudah banyak berkorban bagi kami. Beberapa hal yang dapat saya lakukan adalah mendoakan inong, membantu dalam hal materi, melakukan komunikasi sesering mungkin, dan memberikan motivasi dan semangat untuk inong.

Inongku adalah seorang wanita yang sangat hebat dan tangguh. Aku ingin seperti dia, kelak juga dapat merawat dan membesarkan anak-anakku hingga kelak mereka mandiri dan dewasa. Satu yang menjadi harapanku kiranya inong diberikanNya umur yang panjang dan sehat-sehat menjalankan tugas, dan juga tetap sehat mendampingi among. Berdua sehat senantiasa menjalani masa tua semakin bisa menjadi berkat dan motivator di tengah masyarakat.

 

Salam semangat

Silangkitang_Tarutung

Rabu, 22 Desember 2021

 

Senin, 20 Desember 2021

Serunya makan jagal binda di akhir tahun

 


Gbr. Illustrasi memasak rendang daging kerbau

Bahasa Indonesia nya binda apa yah? Aku coba cek sama mba google tidak ada. Kalau ku artikan jagal binda adalah daging yang diberikan kepada anggota suatu perkumpulan karena turut serta memberikan kontribusi biaya untuk membeli satu ekor kerbau atau B2 yang akan dipotong dan dibagi-bagi kepada semua anggota di akhir tahun.

Biasanya anggota perkumpulan itu sudah di arahkan untuk mengumpulkan dana kontribusi sekian Rp per bulan sejak awal tahun. Pengurus akan mendata siapa saja yang akan ikut jadi anggota. Iuran yang sudah dibayar akan dicatat, dihitung dan ditotalkan menjelang akhir tahun. Lalu disepakatilah kapan bindanya dilakukan dan berapa timbangan berat kerbau yang akan dipotong.

Acara marbinda akhir tahun ini sebenarnya sangat seru. Selain mempererat persaudaraan, makan daging binda menjadi satu kesempatan untuk dapat menikmati daging terkhusus daging kerbau. Mengingat di kampung kami orang sangat jarang makan daging kerbau karena harganya lumayan mahal. Rasa dagingnya sangat enak dan lezat seperti daging sapi.  

Pada waktu yang telah disepakati, tempatnya dimana, jam berapa, para petugas yang telah dihunjuk untuk memotong kerbaunya akan berkumpul di sana. Termasuklah among kami pagi-pagi sudah harus cepat berangkat kesana untuk mengkoordinir acara pemotongan hingga selesai karena among kami adalah salah seorang pengurus.

Moment marbinda ini biasanya dilakukan tanggal 31 Desember menjelang pergantian tahun baru. Sebelum hari marbinda, inong sudah menyiapkan bumbu-bumbu yang akan dibutuhkan untuk memasak daging tersebut. Seperti cabai, andaliman, lengkuas, jahe, bawang merah, bawang putih, kelapa parut dan kelapa gongseng.

Begitu tiba hari H nya, aku dan saudara-saudaraku akan turun tangan untuk membantu inong menyiapkan acara menyambut tahun baru termasuk memasak daging binda special. Menggiling (menguleg) cabai dkk menggunakan tangan dan juga memarut kelapa untuk digongseng dijadikan bumbu kelapa dan sebagian dijadikan santan.

Tak sabar menunggu among yang akan pulang membawa daging binda. Adekku laki-laki yang turut serta menemani among marbinda akan datang lebih awal membawa sebagian dagingnya.  Daging ini dibawa lebih cepat supaya segera dimasak untuk menu makan siang.

Segera saja kami bergotong royong membantu inong memasak dan menyiapkan dagingnya. Sebagian ada yang dimasak rica-rica dan sebagian ada yang dibuat jadi soap. Wow...menulis ini jadi terbayang lezatnya bah. Terasa bumbu andalimannya saat mencicipi dagingnya yang hampir matang.  

Menjelang hampir mendekati jam makan siang, akhirnya among pun kembali ke rumah dengan membawa daging yang lumayan banyak. Wahhh..senangnya hati. Kekmanalah ya kami jarang makan daging kerbau. Jadi memang moment marbinda ini selalu dinanti-nantikan. Kami dapat makan daging sepuas-puasnya.

Saat makan siang betul lah memang rasa dagingnya begitu enak dan lezat. Dalam sekejap, daging yang dimasak tadi habis ludes, karena memang dimasak khusus untuk makan siang. Nah..untuk makan malam dimasaklah daging yang dibawa among.

Selesai makan siang, kami kembali bergotong royong untuk memasak daging yang dibawa among. Untuk memasak daging kerbau yang lumayan banyak biasanya inong memasak dengan cara direndang supaya bisa bertahan lama dan juga rasanya lebih mantap. Dagingnya juga lebih empuk dan cocok dimakan sedikit-sedikit.

Menjelang akhir tahun seperti ini memang aku selalu terbayang dengan suasana kecil waktu dikampung. Tentu, tidak sama lagi dengan yang dulu. Kalaupun ada daging binda, kemungkinan porsinya akan sedikit, karena among dan inong tidak bisa lagi makan daging porsi banyak untuk menjaga kesehatan.

Aku pun sekarang di usia 30-an sudah harus menjaga kesehatan. Tidak bisa lagi seperti dulu menikmati makan daging binda sepuas-puasnya. Bukan hanya daging kerbau, daging B2 juga melimpah di akhir tahun. Daging dari pesta, daging dari binda, dan juga daging yang dibawa oleh keluarga saat acara silaturahmi ke rumah.

Begitulah sepenggal kisah mengenang masa kecil marbinda di kampung.

 

 

Salam semangat

Silangkitang_Tarutung

Senin, 20 Desember 2021

Minggu, 19 Desember 2021

Serunya membuat kembang loyang bersama inong



Gambar illustrasi pembuatan kembang loyang

Satu kebiasaan yang selalu kami lakukan menjelang tahun baru adalah membuat kembang loyang. Kembang loyang ini adalah makanan khas yang harus ada setiap akhir tahun. Jika tidak ada kembang loyang rasanya seperti ada yang kurang..hehee. Di kampung kami, hampir semua keluarga membuat kembang loyang masing-masing.

Beberapa hari sebelumnya inong telah mempersiapkan bahan-bahan yang dibutuhkan seperti tepung beras, telor, gula pasir, vanilli dan minyak goreng. Selain itu aku juga membantu inong menyiapkan peralatan-peralatan yang akan digunakan seperti tuangan (alat pencetak kembang loyang), lidi dari bambu kecil untuk mengangkat kembang loyang dari kuali, kaleng tempat kembang loyang, panci yang agak besar, koran bekas, kuali dan kompor minyak.

Tepung beras ini adalah tepung yang kami olah sendiri dengan cara menumbuk beras yang sudah direndam selama beberapa jam. Aku dan saudara-saudaraku bergantian menumbuk berasnya dan mengayaknya sampai semua beras habis ditumbuk dan jadilah tepung. Lalu inong mencampur semua bahan-bahannya hingga menjadi adonan yang agak kental.

Pengerjaan pembuatan kembang loyang ini membutuhkan kesabaran tingkat tinggi. Biasanya kami mulai mengerjakannya pada sore hari dan selesai hingga dini hari menjelang ayam berkokok. Kami bergantian mencelupkan alat pencetak kembang loyang ke dalam adonan lalu memasukkan ke dalam kuali penggorengan yang sudah diisi dengan minyak goreng secukupnya.

Alat pencetaknya ada tiga yang kami gunakan dengan bentuk yang berbeda-beda seperti bentuk bunga bulat, bentuk bunga segitiga, dan bentuk bunga jajar genjang. Ketiga tuangan ini secara bergiliran dicelupkan ke dalam adonan.

Minimal harus ada dua orang yang stanby di dekat kompor untuk membuat kembang loyang ini. Satu orang mencelupkan tuangan ke adonan lalu ke dalam kuali dan satu orang lagi mengangkat kembang loyang yang sudah matang dengan menggunakan dua batang lidi bambu. Adonan yang ada di dalam panci harus selalu sering diaduk supaya adonannya tetap rata dan tidak mengental dibagian bawah oanci.  

Kembang loyang yang sudah matang terlebih dahulu dikeringkan minyaknya dengan cara menggoyang-goyang menggunakan lidi bambu tersebut, lalu dikumpulkan ke dalam panci yang sudah di alasi dengan kertas koran. Begitu kembang loyang sudah banyak terkumpul di dalam panci, kemudian disusun dengan rapi di dalam kaleng yang sudah disiapkan.

Inonglah yang bertugas menyusun kembang loyang ini ke dalam kaleng supaya tersusun dengan rapi. Aku dan saudara-saudaraku bertugas untuk mencetak kembang loyang sebanyak-banyaknya sampai semua adonan habis hingga menyisakan beberapa sendok saja karena sudah sulit dicetak dengan tuangan.   

Sisa adonan yang sedikit ini akan dibuat menjadi “kue tukkup”. Cara membuatnya adalah dengan menuangkan sedikit demi sedikit adonan ke dalam kuali bekas penggorengan kembang loyang lalu ditutup dan dibiarkan hingga matang. Jadilah kue tukkup yang rasanya enak.

Selama proses pembuatan kembang loyang tersebut tentu kami tidak mau hanya melihat saja kembang loyang yang sudah jadi. Tak sabar kami untuk menikmatinya karena kembang loyang ini dapat dimakan hanya sekali setahun..hahahaa.

Supaya kami tidak mengantuk dalam menyelesaikan kembang loyangnya, maka kami menikmati kembang loyangnya bersama dengan kopi dan teh manis.

Begitulah sepenggal kisah yang ku ingat puluhan tahun yang lalu menjelang akhir tahun seperti ini. Sudah lama kebiasaan itu tak ada lagi karena kami semua sudah merantau tinggal inong dan amonglah di kampung. Tidak ada lagi anak-anaknya yang membantu untuk membuat kembang loyang itu.  

Meskipun seperti itu, kenangan indah tetaplah dikenang.

Kembang loyang..oh..kembang loyang.....

 

Salam_semangat
Silangkitang_Tarutung

Minggu, 19 Desember 2021

 

 

  

Sabtu, 18 Desember 2021

Membongkar celengan bambu bersama inong

 

Gambar. Illustrasi bongkar celengan bambu

Masa saya kecil dikampung sungguh sangat jauh berbeda dengan kondisi sekarang. Zaman begitu cepat berubah dengan semakin berkembangnya teknologi. Kampung kami waktu itu belum ada listrik, jadi kami menggunakan lampu teplok yang terbuat dari kaleng bekas lalu di isi minyak tanah dan diberikan sumbu dari bahan kain bekas. Kalau sudah bangun pagi, hidung akan terlihat hitam karena asap dari lampu teplok tersebut. Heheee...

Hidup serba memanfaatkan apa yang ada di alam. Termasuk untuk memasak apapun harus menggunakan kayu bakar. Salah satu hasil alam juga yang bisa kami gunakan adalah bambu. Pada waktu itu masih banyak tumbuh bambu dikampung yang batangnya hampir seukuran dengan diameter gelas.

Di sekolah, guru-guru sering memberikan kami tugas untuk membuat kerajinan seperti dari bahan bambu ini. Salah satunya adalah membuat celengan dari bambu. Kala itu belum ada celengan seperti sekarang yang terbuat dari bahan pelastik dengan motif yang bagus seperti bentuk ayam, tabung, nenas, dll. Celengan bambu itu diberi sedikit lobang dibagian atasnya lalu diposisikan di sudut kamar dan dipaku pada salah satu tiang supaya tidak bisa dipindah-pindahkan.

Inong juga selalu mendorong kami supaya rajin menabung. Satu semboyan yang mengatakan “sedikit demi sedikit lama-lama jadi bukit” terbuktilah dengan rajin menabung. Dari sisa uang jajan yang diberikan inong setiap hari Minggu saat pergi sekolah minggu ke gereja, kami selalu mengusahakan untuk menyisihkan sebagian untuk dimasukkan ke dalam celengan bambu. Selain itu juga, jika ada saudara yang pulang dari perantauan, terkadang ada yang memberikan uang, itu pun kami masukkan ke dalam celengan bambu.

Tidak terasa memang, lama-lama celengan bambu itu penuh. Saat itu, uang logam yang masih banyak kami tabung yang harga nominalnya ada Rp 25,-, Rp 50,- dan Rp 100,-. Uang kertas ada juga tetapi sangat jarang. Jika ada uang kertas yang akan dimasukkan ke dalam celengan bambu, uangnya terlebih dahulu dilipat sampai bentuknya kecil supaya bisa muat di lobang bambunya.

Wahh..senangnya jika celengan sudah hampir penuh, berarti sudah mau dibongkar. Ye...kami akan bahagia menantikan moment itu, karena kami dapat melihat secara langsung hasil tabungan sebagai hasil dari kerajinan kami menabung. Biasanya mengetahui celengan ini sudah hampir penuh adalah ketika digoyang bambunya sudah berat, dan ketika dimasukkan uang ke dalamnya, suaranya uang logamnya akan terdengar hanya sebentar.

Akhirnya tibalah hari yang dinantikan itu. Kami akan berkumpul bersama dengan inong menyaksikan bersama-sama celengan bambu dibongkar dengan cara bambunya dibelah dua. Taddaa...begitu bambunya di belah uang logam berserakan dan bahkan ada yang berguling-guling. Yee...kami sanat senang dan gembira. Semua kami berlomba untuk menghitung bersama-sama hasil tabungan tersebut sembari membersihkan uang dari bekas abu yang ada di dalam bambu.

Biasanya celengan kami dibongkar menjelang mau masuk tahun ajaran baru, karena hasil tabungan kami itu akan digunakan inong untuk membantu perlengkapan sekolah seperti membeli baju seragam sekolah, pensil, dan buku. Yah..lumayanlah untuk bantu-bantu pengeluaran inong. Untuk mengganti celengan yang sudah dibongkar, kami juga akan mengambil bambu yang baru dan dibuat jadi celengan baru.

Saya sangat terinpirasi memang dengan moment-moment waktu kecil. Hingga sekarang ini saya harus mewajibkan anak saya untuk memiliki celengan tetapi tidak lagi menggunakan bambu seperti saya dulu. Sekarang sudah banyak dijual celengan dari bahan pelastik dengan harga yang murah dan terjangkau.

Gbr. Celengan anak saya

Dalam waktu dekat ini, celengan anak saya kemungkinan akan kami bongkar dan dieksekusi. Anak ku sudah tidak sabar lagi ingin melihat hasil tabungannya seperti apa. Saya juga sangat penasaran sebenarnya, sudah hampir empat tahun tak dibongkar. Sebenarnya belum penuh tadi sudah terasa berat jika diangkat. Saya juga sedikit kuatir dengan uang kertas yang ada di dalamnya mudah-mudahan tidak rusak karena bercampur dengan uang logam. Soalnya tabungan berbentuk bebek ini seringkali diangkat-angkat dan dimain-mainkan oleh mereka.

Asyikk juga itu, menanti hari bahagia itu, seperti saya dulu waktu kecil. Hahahaaaaa......!!!

Terimakasih inong, sudah mengajariku banyak hal.



Salam semangat
Silangkitang_Tarutung

Sabtu, 18 November 2021

 

 

Jumat, 17 Desember 2021

Inong tidak tenang ketika anaknya sakit



Ini adalah kisah nyata. Hampir semua ibu yang baik akan merasa kuatir dan sedih ketika anaknya sakit. Ibu akan berupaya bagaimana supaya anaknya segera sembuh dan sehat. Menggendong saat rewel, mengurut badan si anak, membujuk supaya mau makan dan minum, mengusahakan puding, membersihkan muntahnya ketika si anak mengeluarkan isi perutnya, bahkan rela tidak tidur sepanjang hari hingga malam demi menemani anaknya.   

Ketika si anak mengalami sakit, si ibu juga tidak akan dapat fokus untuk bekerja jika ibunya bekerja di luar rumah. Sebisa mungkin si ibu akan berusaha minta ijin tidak masuk kerja kepada pimpinannya ditempat kerja atau akan berusaha pulang lebih awal untuk melihat kondisi si anak.

Ternyata ibu tidak hanya kuatir ketika anak kecilnya sakit. Rupanya inongku juga masih merasa kuatir ketika anaknya yang sudah jadi seorang bapak mengalami sakit. Kondisi ini terjadi beberapa hari yang lalu ketika kami berkunjung ke kampung. Abangku yang pulang dari perantauan ternyata sudah beberapa hari mengalami demam. Dia memaksakan dirinya untuk pulang melalui jalur darat karena ada sesuatu hal.

Kondisi nya yang tidak sehat sedikit membuat seluruh keluarga kuatir membayangkan perjalanan sekitar tiga hari dua malam. Apalagi badannya sedang demam dan tidak fit, bisa saja di tengah perjalanan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Tetapi karena penyertaanNya lah akhirnya bisa tiba di bonapasogit dengan selamat.

Begitu tiba di kampung, inong langsung mengusahakan sop ayam kampung untuk jadi pudingnya. Selain itu juga mencari dimana yang ada menjual sop B1 untuk membantu memulihkan tenaga. Setelah bercerita panjang lebar tentang demamnya yang tak kunjung turun, inong menyarankan supaya besoknya pergi untuk cek darah ke RS, manatau ada indikasi penyakit seperti tipus.

Abangku ini sudah makan obat setiap hari, tetapi tak kunjung sembuh. Sekaligus juga dapat melakukan konsultasi dengan dokter tentang obat yang harus dikonsumsinya, karena ada dugaan obat yang dimakannya tidak cocok karena obat itu yang biasanya dibeli di warung-warung. Melihat kondisi anaknya yang kadang merasa menggigil, inong bolak-balik menyarankan supaya abangku pergi untuk cek darah. Inong juga menceritakan pengalamannya puluhan tahun lalu tentang gejala yang hampir mirip pada waktu anaknya yang paling kecil mengalami sakit tipus ketika masih anak-anak.

Inong juga mengkusut (urut) badan abangku ini dari kepala hingga kaki. Sesekali ia merasakan kesakitan ketika di urut. Mungkin saja masuk angin atau rematik atau otot-ototnya terlalu kaku karena lelah di perjalanan menyetir tanpa istirahat yang cukup. Begitu dugaan kami. Hingga dua malam berturut-turut abangku ini tidak bisa tidur dengan tenang, ia merasa kedinginan dan gelisah.

Saat bangun pagi hari, inong melihat kondisi abang yang belum ada perubahan, dia begitu kuatir, hingga terus menyarankan supaya cek darah ke RS. Namun abangku tidak mau dengan alasan barangkali masih tahap pemulihan atau merasa sakit setelah di urut. Inong pun selalu mengingatkan supaya banyak minum air putih, banyak minum sop ayam kampung dan sop B1, dan juga banyak makan.

Inong sangat mengkhawatirkan kondisinya, karena abangpun akan segera kembali ke pulau Jawa. Dengan kondisinya yang tidak sehat, sepertinya gimana begitu yah, sedikit kuatir jika dalam perjalanan ada gangguan. Akhirnya sehari sebelum keberangkatan, abangku ini pergi juga untuk konsultasi ke dokter, dan ternyata diberikanlah obat yang pas sehingga kondisinya sudah semakin sehat. Inong pun agak merasa lega lah melepas keberangkatan mereka.

Aku juga merasakan kuatir dan sedih ketika dua hari ini dua orang anakku mengalami demam dan flu. Aduhhh..rasa gelisah berkecamuk dalam pikiran. Belum lagi banyak pekerjaan yang harus diselesaikan, suamipun sedang diluar kota. Walaupun sudah sering menghadapi situasi anak sakit, tetap saja aku merasa sedikit panik jika anak-anak tidak sehat. Bahkan tadi malam aku susah tidur memikirkan kondisi mereka.

Sebelum mereka tidur, aku coba untuk mengurut badannya dengan minyak urut, dengan harapan supaya mereka dapat tidur dengan nyenyak. Dan akhirnya mereka tertidurlah, namun aku masih belum bisa tidur memikirkan kondisi mereka. Hingga seharian ini, aku tidak fokus melakukan pekerjaanku karena memperhatikan mereka, apalagi si kecil yang rewel meminta untuk digendong.

Sudah begitulah kodrat seorang ibu yah, harus merelakan kenyamanan dirinya demi kenyamanan anak-anaknya. Hanya satu pintaku padaNya supaya aku diberi kekuatan merawat anak-anak yang dititipkanNya ini.

 

Salam_semangat

Silangkitang Tarutung

Jumat, 17 Desember 2021

 

  

Kamis, 16 Desember 2021

Inong yang berpenampilan polos

 

Agak lama aku merenung memikirkan kalimat apa yang harus kuketikkan mengawali tulisanku malam hari ini di hari ke lima belas menerima tantangan menulis tentang ibu di grup facebook guru di atas garis. Walaupun sebenarnya judul ini sudah ku catat dalam note hanphoneku beberapa hari yang lalu. Namun saat mau memulai tulisan ini aku sungguh merasakan kebingungan. Heheee.....

Tapi ya sudahlah, couch bilang tuliskan saja apa yang ada dalam pikiran, selanjutnya akan mengalir sendiri apa yang akan ditulis (diketik). Betul saja memang, sampai paragraf dua ini, jari-jemariku lancar saja menari-nari di atas keyboard laptopku. Sambil sesekali aku melirik hp membaca dan membalas wa dari mahasiswa PA ku (bimbingan akademik) yang masih online menginfokan dan berdiskusi tentang tugas yang akan mereka lakukan besok hari Jumat.

Jadi kulanjutkan lah lagi tulisanku ini, menulis kisah tentang inong yang selalu berpenampilan polos dalam berpakaian. Maksudku adalah inongku ini menurutku sangat beda dengan ibu-ibu zaman now yang modis dan berpenampilan agak mewah ketika menghadiri pesta. Segala sesuatu harus diatur, dari make up, rambut, pakaian, sepatu, tas, semuanya harus maching alias selaras. Bahkan tak jarang ibu-ibu harus mengeluarkan isi dompet untuk pergi memoles wajah dan menata rambut ke tempat salon berusaha supaya tampil lebih cantik dan wah.

Apalagi hari-hari ini sudah mulai diwarnai dengan acara-acara perayaan Natal. Kalau ku lihat di status facebook ibu-ibu, wow,,cantik-cantik semua, rambut yang ditata sedemikian rupa dan make up yang mungkin ditata oleh para saloner. Ditambah lagi pakaian yang khusus dijahitkan untuk merayakan moment Natal ini. Begitu mungkin yah, para ibu-ibu yang harus tampil feminim dan tidak mau ketinggalan zaman.

Inongku kalau pergi ke salon ya pas ada pesta pernikahan keluarga dekatlah sebagai hasuhuton karena rambut harus ditata rapi dan make up agak sedikit di poles. Dalam berpakaian pun, biasa saja dan sederhana tidak seperti kebanyakan ibu-ibu yang mengikuti model kebaya terbaru. Aku coba berpikir kenapa inong ini tidak seperti ibu-ibu zaman now gitu yah. Apakah karena tinggal di kampung atau memang karena sudah seperti itu bawaannya dari dulu? Ntahlah.

Jadinya pun inong yang berpenampilan polos ini tertular sama ku. Aku orangnya tidak suka ribet dari dulu. Sangat kurang mengenal perlengkapan make up wanita karena aku memang sangat jarang make up an. Apalagi sejak corona, pakai bedak dan lipstik pun sangat jarang. Karena menurutku percuma pakai bedak lipstik karena kemana-mana wajib menggunakaan masker.

Dalam berpakaian pun aku simpel dan sederhana saja yang penting sopan. Disamping menghemat pengeluaran juga...hehee. Kalau berkunjung ke salon ya sekedar potong rambut saja lah. Jika ada pun menghadiri pesta, ya make up sendiri seadanya saja..hahaaa..yang penting hatinya harus cantik...hihiihi..

Begitulah dulu ceritaku malam hari ini.

 

Salam semangat

Silangkitang_Tarutung

Kamis, 16 Desember 2021  

 

Rabu, 15 Desember 2021

Senangnya dapat bingkisan dari inong

 

Tadi pagi, semua orang di rumah mempersiapkan segala sesuatu menuju aktifitas masing-masing. Among yang akan berangkat kontrol ke RS Dolok Sanggul, inong yang akan berangkat ke sekolah, abangku dan keponakan yang akan berangkat ke bandara Silangit, dan juga kami yang akan berangkat kembali ke Silangkitang.

Dari bangun pagi jam 06.00 WIB aku sibuk mengerjakan segala sesuatunya seperti  memasak, beres-beres rumah, menyiapkan anak-anak serapan dan mempersiapkan oleh-oleh yang akan dibawa oleh abang dan keponakan kembali ke perantauan mereka. Tidak terasa waktu begitu cepat berlalu. Dari bangun tidur sampai menjelang pukul 10.00 kami semua sudah bersiap-siap untuk meninggalkan rumah among inong.

Saat dalam perjalanan ke bandara, inong mengatakan sesuatu yang mungkin mewakili sesuatu yang terlintas di dalam hatinya, “bah..tahe..lungunan ma muse hami na dua di jabu ateh”artinya dalam Bahasa Indonesia kami akan kembali merasa kesepian lagi. Ya, barangkali inong terbayang selama tiga hari ini rumah begitu rame dengan anak-anak dan cucu-cucunya, dari pagi siang hingga malam rumah selalu ribut dengan canda tawa dan sesekali cucunya menangis karena berantem kecil-kecilan. Hheeee

Iyalah memang, tinggallah mereka berdua di rumah. Tetapi apalah mau dikata, memang seperti itulah kehidupan ini, semua ada masanya. Ada saatnya mereka berjerih lelah membanting tulang mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan anak-anak hingga mengantar anak-anaknya sampai dewasa dan berkeluarga. Kemudian ada masanya anak-anak akan meninggalkan mereka berdua, karena anak-anak memang sejak kecil diajari untuk pergi merantau mencari kehidupan masing-masing. Lalu ada juga masanya anak-anak akan datang kembali mengunjungi mereka bersama cucu-cucu mereka yang lucu-lucu. Yahh,,,begitulah. Satu harapan dalam hatiku kiranya mereka berumur panjang menikmati hari tua, melihat dan menyaksikan hasil dari perjuangan mereka selama ini.

Sepanjang perjalanan dari kampung menuju ke Silangkitang, aku coba merenung-renungkan kebersamaan bersama among inong di kampung. Sehingga tercetuslah satu ide untuk aku tulis hari ini yaitu tentang bingkisan oleh-oleh yang disiapkan inong tadi pagi. Aku jadi teringat ketika kuliah dulu di Medan, setiap aku pulang kampung maupun ketika ada teman kos yang pulkam selalu diusahakan inong untuk memberikan sesuatu bingkisan. Aku tentu sangat senang dan bahagia walaupun bingkisan yang diberikan bukanlah sesuatu yang istimewa karena isinya adalah bagian dari sembako seperti beras, ikan teri, sayuran, tomat. Disamping menghemat pengeluaran sebagai anak kos, tentu yang dikirimkan inong lebih alami dan membuat aku senang.

Tadi pun aku turut mempersiapkan bingkisan inong untuk keluarga abang di pulau Jawa. Diantaranya adalah memasak ayam goreng yang sudah diungkap tadi malam. Lalu ada juga sayuran, mie lidi toba, dan kembang loyang satu kaleng kecil (bekas kaleng roti kongguan). Ntah apalagai tadi, kurang kuperhatikan karena sibuk menyiapkan yang lain.

Kalo bingkisan ini memang bukan untuk menghemat pengeluaran, tapi itulah yang ada sebagai oleh-oleh untuk keluarga yang telah menunggu di perantauan. Sudah bisa dipastikan, tentulah keluarga di sana akan sangat senang membuka karton nya dan menikmati makanan yang sudah dibungkus dengan rapi.

Kalau dihitung dan dirupiahkan isi bingkisan itu tidaklah seberapa. Namun, bingkisan yang sederhana itu memberikan rasa senang dan bahagia bagi keluarga yang menikmatinya. Begitulah inong ini, apapun diusahakannya selagi ia mampu menyediakannya. Ahh..luar biasa lah. Bangga dan kagum padanya.

 

 

Salam Semangat

Silangkitang_Tarutung

Rabu, 15 November 2021

Minggu, 12 Desember 2021

Harus makan sayur loh, begitu kata inong...



Satu kebiasaan makan dalam keluarga kami adalah harus ada sayur, tidak cukup hanya nasi dan lauk. Inong selalu mengusahakan menanam sayur di ladang untuk menghemat pengeluaran jika membeli dari pasar.

Ada beberapa jenis tanaman sayuran yang ada di ladang seperti daun ubi, jipang, wortel, nangka muda dan terong. Sayuran ini tidak terlalu memerlukan perawatan khusus. Jadi semuanya dapat tumbuh begitu saja di pinggiran ladang. Inong sesekali saja membeli sayuran dari pasar. Sayuran dari ladang lebih alami dan segar tanpa bertahan lama.

Mengapa harus makan sayur? Karena memang seperti itulah yang diajarkan di sekolah untuk memenuhi giji dan vitamin untuk tubuh empat sehat lima sempurna. Karena keterbatasan ekonomi untuk membeli susu, maka diusahakan untuk mencukupi melalui makan sayuran alami. Buah-buahan pun dimanfaatkanlah yang tumbuh di ladang. "Anak-anak harus banyak makan sayur loh..supaya badannya sehat dan kuat". Begitulah disampaikan inong kepada cucu-cucunya ketika kami ada kesempatan datang berkunjung ke kampung.

Cara memasak sayuran ini pun sangat simple dan cepat. Cukup direbus dan dikasi garam. Untuk jenis sayuran tertentu sesekali digulai dengan santan kelapa seperti daun ubi dan sayur nangka ditambah mie lidi yang direbus sehingga jadilah mie gomak. Hmmm..lezat....

Kebisaan makan sayur ini sudah menjadi satu warisan berharga dalam keluarga kecilku. Aku selalu usahakan setiap kali makan harus makan sayur. Anak-anak pun harus dipaksa untuk makan sayur supaya giji dalam tubuh mereka tercukupi. Walaupun sayurannya sudah lebih banyak yang dibeli di pasar karena tidak ada lagi waktu untuk menanam di ladang dan lahan yang sangat terbatas.

Jika makan tanpa ada sayur sepertinya ada sesuatu yang kurang. Kenikmatan makan itu sepertinya kurang sempurna tanpa ada sayur. Cara memasaknya pun selalu kami usahakan dengan cara direbus untuk mengurangi kandungan minyak. Sesekali ditumis dan disantan jika ada keluarga yang berkunjung ke rumah.

Aku juga ingin supaya anak-anak ku kelak membiasakan diri makan dengan sayur dimana pun mereka berada nanti. Sehingga dari sejak mereka kecil sekarang ini aku biasakan makan sayur. Ada kalanya mereka susah dan malas makan sayur, namun aku usahakan mereka harus makan sayur meskipun dengan sedikit memaksa. Tidak harus banyak sayuran yang dimakan, dengan porsi kecil pun yang penting harus makan sayur. Kebiasaan makan sayur ini akan membantu kecukupan giji dan menambah daya tahan tubuh mereka.

 

Salam_semangat

Silangkitang Tarutung

Minggu, 12 Desember 2021

 

 

 

  

Sabtu, 11 Desember 2021

Rindu masakan inong.....

 

Memasak dengan kayu bakar

Saat menuliskan kisah tentang inong, pikiran ini seolah-olah berpetualang menelusuri moment berpuluh tahun yang lalu. Mencoba membuka memori mengingat kembali peristiwa-peristiwa bersama inong. Bisa saja yang teringat merupakan kesan yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan.

Tadi malam saat mau tidur terlintaslah judul ini dalam benakku, “akhh...aku akan membuat ide tulisan tentang masakan inong yang selalu kurindukan”, begitu kata hatiku. Supaya tidak lupa maka aku mengetikkan dan menyimpan di note handphone. Kemarin aktifitas lumayan padat sehingga tidak sempat melanjutkan tulisan tentang inong.

Dalam keluarga kami jika mau makan daging adalah ketika ada pesta dikampung. Jadi inong akan membawa kami ikut ke pesta dan bisalah ikut makan daging di sana. Atau jika kami tidak ikut, inong akan selalu mengusahakan membawa bungkusan dari pesta yang isinya adalah nasi dan daging. Begitu kami membuka bungkusan itu, dalam sekejap semua yang dibawa akan ludes,,,hehee. Apalagi saya adalah pecinta nasi dan daging pesta kala itu. Sekarang usia sudah tiga puluhan sudah harus menjaga pola makan karena sudah rentan kena penyakit jika makan berlebihan apalagi yang kandungannya lemak atau minyak.

Selain jagal pesta, kesempatan makan daging adalah ketika ada keluarga perantau yang pulang kampung. Wow...bagi kami orang kampung akan sangat menantikan para perantau pulang kampung yang biasanya adalah pas akhir tahun yaitu merayakan pergantian tahun baru dan silahturahmi bersama keluarga.

Keluarga perantau biasanya akan diundang untuk makan di rumah kami. Jadi, inong dan among sudah merencanakan kira-kira hidangan apa yang akan disuguhkan. Ya tak lain tak bukan adalah memotong ayam kampung peliharaan, karena kampung kami jauh dari pasar. Apa yang adalah yang akan dimasak.    

Saya dengan senang hati membantu inong masak, menyiapkan bumbu-bumbunya, menghaluskan dengan ulegan, memarut kelapa untuk digongseng dan membuat santan, lalu menggongseng kelapa dan menguleg. Among akan membantu memotong ayam dan membersikan sampai siap untuk dimasak.

Setelah semua bahan siap, maka inong akan segera memasak di tungku dengan menggunakan kayu bakar karena saat itu kami tidak pernah menggunakan kompor minyak tanah. Semua masakan seperti nasi, ikan, sayur, air minum dimasak menggunakan kayu bakar, karena dikampung kami masih banyak kayu yang dapat dimanfaatkan jadi kayu bakar. Selain itu juga orangtua kami harus berhemat dan menabung bagi kebutuhan masa depan kami. Dengan alasan keterbatasan ekonomi ini juga, inong sangat jarang sekali membelikan daging untuk menu lauk kami dirumah.

Begitu jam makan tiba, keluarga yang dijamu datang ke rumah dan kami akan makan bersama menikmati masakan inong yang menurutku sangat lezat dan mengundang selera makan. Saat menuliskan kisah ini juga saya jadi pengen bah mau ke kampung menikmati ayam gulai spesial masakan inong...hmmm..lezat bah..hehee.

Ketika kami anak-anaknya sudah beranjak remaja, satu-persatu pergi meninggalkan bonapasogit untuk merantau dan kuliah. Untuk memberangkatkan kami, inong dan among juga akan membuat makan bersama dan memotong ayam kampung peliharaan kami. Sebelum menikmati ayam gulai spesial masakan inong, terlebih dahulu mendoakan anaknya yang akan berangkat. Lalu ia akan dipersilahkan giliran yang pertama kali mengambil bagian dari daging ayam yang menjadi kesukaannya.

Begitulah inong dan among ini. Setiap kali kami ke kampung saat liburan kuliah, akan diusahakan mereka untuk memotong ayam peliharaan mereka dan dimasak sedemikian rupa, hingga tak jarang saat makan bersama kami akan banyak tambah nasi seperti orang sangat kelaparan.....heheee. Sangat puas rasanya bisa menikmati masakan inong ini. Rasa bumbunya pas di lidah dan sangat menggugah selera makan.

Kapan lagi yah bisa menikmatinya? Aku akan menantikan saat yang membahagiakan itu, mungkin di akhir Desember ini atau awal Januari tahun 2022 saat bersama-sama melewati pergantian tahun ini. Semogalah.

 

 

Salam_semangat
Tarutung_Silangkitang

Sabtu, 11 Desember 2021

 

 

Kamis, 09 Desember 2021

Kasih inong tak berkesudahan

 


Ternyata kasih sayang inong tidak hanya diberikannya ke anak-anaknya. Ketika anak-anaknya sudah dianugerahkanNya keturunan, inong juga memberi kasih sayang dan perhatian kepada cucu-cucunya meskipun usia sudah semakin tua dan tenaga sudah semakin berkurang.

Setiap kali ada cucunya yang lahir inong akan berusaha untuk mengunjungi dan memberikan waktu selama beberapa hari tinggal di rumah anaknya. Termasuk saya, selama tiga kali melahirkan, inong selalu usahakan waktunya untuk datang mengunjungi kami, bahkan merelakan diri meminta ijin dari tempatnya bekerja.

Dalam hal materi pun sering sekali inong dan among memberikan kepada kami anak-anaknya menolong kami merintis usaha serta membantu kami mengusahakan pinjaman dari mana saja. Padahal menurut pemahaman saya ya, jika anak-anak sudah selesai kuliah seharusnya tanggungjawab sebagai orangtua dalam hal materi sudah selesai. Sudah cukuplah modal yang diberikan kepada anak-anaknya jika sudah memperoleh ijajah dari perguruan tinggi. Selanjutnya biarlah si anak yang mengusakahan kehidupannya.

Terkadang aku berpikir apakah orangtua kami ini terlalu baik kepada kami? Seharusnyalah ketika semua anak-anak sudah menikah dan mandiri, maka saatnya orangtua pensiun dalam arti menikmati masa tuanya. Jangan lagilah disusahkan atau direpotkan oleh anak-anaknya. Sudah cukuplah seharusnya selama berpuluh-puluh tahun orangtua sudah memberikan seluruh hidup dan perhatiannya mengantarkan semua anaknya sampai selesai kuliah. Atau malah anak-anaknya yang harusnya membantu kehidupan orangtuanya.

Yahhh...begitulah yang dipahami oleh diriku ini. Apakah memang seperti itu? Ntahlah..saya tidak paham. Yang pasti satu kesimpulan, kasih sayang orangtua tidak pernah berkesudahan, selalu diusahakannya bagaimana menolong semua anak-anaknya.

 

Salam_semangat

Silangkitang_Tarutung

Kamis, 09 November 2021`

Rabu, 08 Desember 2021

Inong dan among yang tekun berdoa

 

Gambar. Illustrasi suami isteri yang tekun berdoa

Sebagaimana kami anak-anaknya bisa sampai tahap sekarang ini aku yakin adalah karena doa dari inong dan among. Sangat banyak hal yang harus kami syukuri dalam perjalanan hidup ini. Bukan tidak ada penderitaan atau kegagalan, namun semuanya dapat kami lewati karena kekuatan yang di anugerahkanNya.

Jika dihitung satu persatu, rasanya tidak mungkin dapat disebutkan segala kebaikanNya yang telah kami rasakan. Mulai dari kami dilahirkan, bertumbuh, memasuki usia sekolah, kuliah, bekerja, menikah, hingga Tuhan anugerahkan keturunan kepada setiap keluarga kami anak-anaknya. Dalam menjalani setiap fase, tentu ada banyak tantangan dan kesulitan yang terjadi. Apakah bersifat pribadi bagi kami anak-anaknya atau bagi mereka menjalankan tugas dan peran sebagai orangtua.  

Aku sendiri menghadapi banyak tantangan dan kesulitan dalam menjalani kehidupanku hingga sekarang ini. Sejak menjalani masa SMA yang tidak lagi tinggal bersama orangtua, membuat aku harus benar-benar mandiri dan berusaha sendiri menghadapi segala persoalan tanpa bisa berkomunikasi dengan orangtua karena belum ada alat komunikasi seperti hp pada saat itu. Tidak jarang air mata membasahi pipi karena menahan rindu pada orangtua dan merasa sedih tanpa ada orangtua yang bisa diajak untuk bercerita.

Merantau jauh dari orangtua benar-benar memaksa diriku harus bisa mengatasi sendiri segala permasalahan yang kuhadapi. Satu pesan yang selalu kuingat ketika akan berangkat meninggalkan bonapasogit, among dan inong selalu mengingatkan supaya jangan lupa selalu berdoa. “Ingot totop martangiang da boru” demikian mereka selalu berpesan.

Itu jugalah yang selalu kuingat hingga kini. Doa memberi kekuatan. Dengan berdoa Tuhan membimbingku menghadapi segala problema hidup. Dengan berdoa Tuhan memampukanku untuk bangkit dari segala kegagalan. Dengan berdoa dan tekun merenungkan FirmanNya memberikan ku hikmat dan kebijaksanaan melakukan kebenaranNya.

Segala teladan baik yang diberikan oleh inong dan among menjadi warisan yang sangat berharga bagi kami. Kami diajari bagaimana supaya kami mengandalkan Tuhan dalam segala situasi. Ibadah persekutuan keluarga merupakan kebiasaan yang selalu kami lakukan setelah selesai makan malam. Dalam ibadah ini kami mensyukuri segala sesuatu yang sudah Tuhan ijinkan terjadi dalam hidup kami. Bernyanyi bersama memuji Tuhan. Kami juga diajari bagaimana berdoa syafaat untuk sanak saudara dan orang lain di sekitar kita.  

Teladan inong dan among yang selalu tekun berdoa mengajariku hingga saat ini selalu berdoa setiap hari untuk ketiga anak-anakku. Satu kerinduan akan kemurahan Tuhan, supaya Tuhanlah yang memelihara mereka senantiasa dan menganugerahkan kesehatan yang sempurna, serta menuntun mereka dalam pembentukan karakter dan perilaku yang sesuai kehendak Tuhan.

Inong among...tetaplah berdoa untukku, sebab perjuangan dalam hidup ini masih panjang.

Biarlah Tuhan menjaga anak-anakku supaya ibunya dengan leluasa bekerja dan berkarya untukNya.

 

Salam_semangat

Silangkitang_Tarutung

Rabu, 08 Desember 2021

Pengorbanan inong sungguh luar biasa


Foto. Illustrasi

 

Aku semakin menyadari betapa besarnya cinta kasih seorang ibu kepada anaknya ketika aku telah menjadi seorang ibu. Saat mengandung anak pertama aku sudah merasakan ketidaknyamanan dari hari ke sehari selama kurang lebih sembilan bulan hingga tiba hari melahirkan. Selama mengandung, perasaan dan emosi susah dikendalikan. Bukan hanya itu saja, selera makan pun selalu terancam karena pengaruh mual dan hormon yang berubah dalam tubuh si ibu. Selama masa kehamilan tidak pernah lagi kurasakan tidur yang nyaman dan nyenyak.

Hingga sampai hari H melahirkan, aku harus mempertaruhkan nyawa di meja operasi. Bahkan ibu-ibu yang lain merasakan sakit luar biasa ketika akan melahirkan. Ternyata ketidaknyamanan itu tidak berhenti setelah melahirkan. Dengan kehadiran si baby kondisi si ibu semakin tidak nyaman karena waktu untuk tidur dan istirahatpun sudah sangat jarang. Mengapa? Setelah melahirkan, si ibu pun harus stanby setiap saat untuk menyusui si baby tanpa mengenal waktu, apakah pagi, siang, sore atau malam.

Selain mengurus si baby, aku juga harus memasak dan membereskan rumah. Syukur ada suami yang mau membantu untuk cuci kain dan membantu belanja segala keperluan dapur. Saat itu aku masih berprofesi sebagai ibu rumah tangga saja, jadi segala kekuatan masih bisa dipaksakan untuk mengurus si baby tanpa ada yang membantu di rumah.

Sejak kehamilan pertama hingga sekarang ini sudah hampir mencapai delapan tahun tubuh ini rasanya tidak pernah lagi merasakan istirahat yang cukup serta tidur yang nyenyak dan nyaman. Anak-anak semakin bertumbuh semakin membutuhkan banyak perhatian orangtua. Apalagi ketika anak sudah mulai di tahap pertumbuhan belajar berjalan, si ibu tidak bisa lagi memposisikan dirinya duduk dengan manis karena setiap detik harus memperhatikan aktifitas si anak.

Aku coba membayangkan kondisi inongku berpuluh tahun yang lalu saat kami dilahirkan dan dirawat di masa usia kami balita. Lima orang kami bersaudara. Berarti lima kali lah inongku mempertaruhkan nyawanya untuk melahirkan kami. Apalagi waktu kehamilan anaknya yang nomor empat yang sering mengalami pendarahan waktu itu.

Lalu kami dilahirkan dengan jarak waktu yang tidak terlalu lama sekitar dua tahun. Si kakak masih usia hampir dua tahun adeknya sudah lahir. Begitu seterusnya sampai lahir anaknya yang kelima. Jadi, jika kubayangkan tidak ada lagi memang waktu inong untuk dirinya sendiri. Setiap saat setiap detik harus mampu memperhatikan segala aktifitas anak-anaknya, karena sedikit silap saja, bisa saja si anak tergelincir saat bermain atau mengalami kecelakaan.

Ketika malam hari pun tak ada waktu istirahat. Si ibu harus selalu berjaga-jaga mendengar tangisan bayi setiap saat dan harus sigap mengganti popok bayi dan juga menyusui. Anak yang satu masih menyusui, anak yang lain harus disuapi makan, dan anak yang lainnya juga masih harus dibantu/diajari untuk bisa makan sendiri. Bahkan si ibu pun harus sambil makan sambil menyusui si anak. Pas jam makan si ibu, si anak yang lain pun sudah buang air besar di dalam celana. Mau nggak mau suka gak suka si ibu harus rela hati membersihkannya.

Begitulah hari-hari itu berlalu dijalani oleh inong tanpa mengenal lelah. Ditambah lagi inong harus menjalankan tugasnya sebagai guru. Tidak jarang anak itu digendong sambil menunaikan tugasnya di sekolah.  Sungguh luar biasa tubuh yang kuat dan tangguh yang diberikan Tuhan. Benar-benar luar biasa. Saya saja dengan tiga orang anak terkadang merasakan tubuh ini terasa remuk dan tak berdaya.  

Begitulah kondrat yang sudah diberikan oleh Sang Pencipta kepada seorang ibu harus mengalami penderitaan saat mengandung dan melahirkan bahkan sampai mempertaruhkan nyawanya. Hal itu jelas tidak bisa ditolak. Tetapi soal mengurus anak adalah tanggunggjawab bersama kedua orangtua yaitu si ibu dan si ayah. Keduanya harus bekerjasama saling membantu dan saling menolong dalam mengasuh sejak si anak lahir hingga anak tumbuh besar, mandiri dan dewasa.

Beberapa yang saya amati, cenderung hanya si ibu yang lebih berkewajiban dalam mengurus si anak, sedangkan si ayah hanya merasa bahwa kewajibannya hanya mencari nafkah. Apalagi di kampung saya, soal dapur, soal rumah, dan soal anak itu adalah tanggungjawab si ibu. Ntahlah kenapa bisa seperti itu.

Yang jelas pengorbanan inong sangat luar biasa...!!!

 

Salam_semangat

Silangkitang Tarutung

Selasa, 7 Desember 2021

 

 

 

 

 

Senin, 06 Desember 2021

Belajar di ladang bersama inong dan among saat libur sekolah

 



Pada umumnya anak sekolah memahami bahwa belajar adalah ketika mereka mengikuti pembelajaran di sekolah atau mengerjakan pe er di rumah seperti membaca, menulis, dan lain-lain. Jadi kalau sudah masa liburan sekolah tidak ada lagi istilah belajar. Anak sekolah biasanya menghabiskan waktu liburan dengan bermain-main dengan teman atau pergi berkunjung ke tempat saudara.

Beberapa hari ini saya diingatkan tentang pengertian belajar, ketika saya mengikuti webinar yang diselenggarakan oleh Prodi Manajemen Pendidikan Kristen IAKN Tarutung yang bertema ‘Belajar dan Berinovasi dimasa Pandemi Covid-19’. Walaupun sebenarnya, kegiatan webinar ini adalah salah satu aktualisasi dari mata kuliah yang saya ampu. Mahasiswa saya tugaskan untuk merencanakan dan melaksanakan satu kegiatan diklat sederhana. Jadilah kegiatan ini terlaksana dengan sukses yang hanya dipanitiai oleh tiga orang mahasiswa. Saya sangat senang dan sangat bangga dengan kinerja mereka walaupun ada beberapa hal yang perlu diperbaiki.

Belajar adalah proses perubahan dari yang belum mampu menjadi mampu dalam jangka waktu tertentu. Perubahan perilaku dapat terjadi di masa mendatang sebagai akibat dari proses belajar tersebut. Faktor penting yang berperan dalam perubahan adalah pengalaman. Demikian pengertian belajar yang dipaparkan oleh narasumber Miss. Nanda.

Jadi ketika mahasiswa saya merencanakan dan melaksanakan kegiatan webinar tersebut, itu adalah salah satu proses belajar, dari yang tidak mampu menjadi mampu. Saya yakin dengan pengalaman yang telah mereka peroleh, ketika akan merencanakan satu kegiatan webinar di waktu mendatang mereka akan melakukannya dengan lebih baik.

Pemikiran ini yang saya coba pahami dengan kehidupan masa lalu bersama dengan inong. Saya akhirnya menyadari bahwa apapun yang terjadi di kehidupan masa lampau adalah sebagai proses belajar yaitu dengan adanya pengalaman. Jadi tidak ada yang perlu disesali dengan masa kecil yang mungkin kurang memuaskan atau kurang menggembirakan. Semuanya saya syukuri sebagai proses membentuk karakter dan perilaku saya.

Mengapa judul yang saya buat belajar saat libur sekolah? Ya, memang ketika masa usia kecil saya dan saudara-saudaraku tidak pernah berhenti belajar. Belajar di sekolah dan belajar juga saat hari libur. Belajar di sekolah tentu sangat berbeda dengan belajar ketika libur. Kami mengikuti pembelajaran disekolah bersama dengan bapak ibu guru, sedangkan saat libur kami mengikuti pembelajaran di kebun/ ladang bersama dengan inong dan among.

Di ladang kami belajar banyak hal tentang bagaimana cara memetik kopi, bagaimana cara membersihkan rumput-rumput dengan cangkul, bagaimana cara memupuk tanaman kopi, bagaimana cara menanam kacang, dan lain sebagainya. Aktifitas ini secara berulang kami lakukan dari hari ke sehari sampai masa liburan habis.

Selain aktifitas itu, kami juga diajarkan setiap pagi harus bangun pagi-pagi, memasak menyiapkan serapan dan bekal untuk dibawa ke ladang. Setelah serapan pagi, kami akan berangkat ke ladang dengan berjalan kaki kurang lebih 45 menit hingga 1 jam perjalanan. Sepanjang hari kami menghabiskan waktu mengerjakan banyak hal di ladang.

Ketika hari sudah sore menjelang pukul lima kami bersiap-siap pulang dengan membawa beberapa barang bawaan seperti hasil panen kopi, ubi, sayuran, jipang, terong belanda, nangka, dan kayu bakar. Aku dan saudara-saudaraku akan berbagi bawaan ini. Sebagian juga akan dibawa oleh among menggunakan kereta (sepeda motor). Meskipun seharian sudah bekerja di ladang, kami masih bersemangat berjalan kaki menelusuri jalan pulang ke rumah sekitar 45 menit perjalanan.

Begitu tiba di rumah, kami akan segera beres-beres, masak, mandi dan makan bersama. Tidak lama berselang setelah selesai makan malam, kami akan langsung tidur karena sudah lelah sepanjang hari beraktifitas di ladang. Besoknya pun harus bangun cepat-cepat untuk masak dan beres-beres ke ladang melanjutkan aktifitas hari ini.

Terkadang saya berpikir juga sih, kenapa kami tidak seperti anak-anak lainya yang menghabiskan masa liburan dengan bermain. Sering merasa iri dengan teman-teman satu kampung waktu itu. Hal ini baru kusadari setelah aku dewasa, merantau, dan jauh dari orangtua. Ternyata setiap saat dan setiap kesempatan yang ada adalah merupakan proses pembelajaran bagi kami untuk bisa mandiri dan memahami bahwa untuk bisa hidup harus berjuang.

Tidak salah inong dan among memaksa kami waktu itu harus setiap hari ikut bekerja di ladang, dan sebenarnya pekerjaan yang kami lakukan bukanlah pekerjaan berat. Tetapi kami benar-benar diajari bagaimana menghargai dan memanfaatkan setiap waktu yang ada.

Kami juga diajarkan bagaimana memupuk kebersamaan sesama saudara. Ada kesan tersendiri yang melekat di dalam hati ketika menjalani masa-masa itu. Saat ini aku sangat merindukan itu. Ketika pulang kampung pun, kami akan selalu usahakan pergi ke ladang itu, satu tempat yang sudah menghantarkan kami hingga sampai di tahap ini. Walaupun kondisi ladang itu sudah banyak berubah, tapi kenangan itu tidak akan pernah berubah.

Satu kesimpulan yang dapat saya sampaikan adalah jadikanlah setiap pengalaman sebagai proses belajar, sehingga pada masa suatu waktu kita akan memetik hasil dari belajar itu. Sama hal nya dengan menulis, haruslah melalui poses belajar yang dimulai dari tahap mulai menulis, terus menulis, semangat menulis, dan akhirnya mahir menulis.

 

 

Salam_Semangat
Silangkitang_Tarutung

 

Senin, 6 Desember 2021

Minggu, 05 Desember 2021

SENANGNYA KE ONAN BERSAMA INONG

 


Semasa usia esde (sekolah dasar), satu kesan yang membuatku sangat bahagia adalah ketika inong mengajakku ikut berbelanja ke onan (pasar). Pada saat itu onan satu-satunya yang terdekat ke kampung kami adalah onan Siborong-borong. Biasanya onan ini hanya beroperasi sekali seminggu yaitu pada hari Selasa saja.

Setelah pulang sekolah sekitar jam 11, inong langsung menyuruhku mengganti seragam sekolah dan bersiap-siap mau berangkat ke onan. Setelah makan siang sebentar, kami berangkat dengan berjalan kaki menelusuri jalan kampung sekitar dua kilometer hingga tiba di simpang jalan raya. Aku bersama inong dan beberapa emak-emak menunggu dengan sabar angkutan yang akan membawa kami ke onan Siborong-borong.

Akhirnya setelah beberapa menit menunggu, angkutan yang datang dari arah Doloksanggul merapat ke tepi jalan raya, dan kami pun bergiliran untuk naik. Jika penumpang tidak banyak, biasanya aku dapat tempat duduk gratis alias tidak memberikan ongkos karena masih usia anak sekolah. Tetapi situasi yang berbeda ketika pulang dari onan dimana penumpang selalu penuh sehingga aku pun dipangku oleh inong.

Setibanya di onan, terlebih dahulu inong  menjumpai beberapa orang toke kopi menanyakan harga kopi yang kami bawa. Biasanya selalu ada beberapa liter kopi hasil panen dalam seminggu itu. Lumayan hasil penjualannya untuk tambahan membeli kebutuhan dapur.

Setelah kopi yang sedikit itu terjual, barulah inong mulai membelikan belanja kebutuhan dapur seperti bumbu dapur, sayuran, ikan laut, ikan asing, perlengkapan mandi dan kebutuhan lainnya. Aku pun berjalan dibelakang inong sambil membantu membawa belanjaan. Semua belanjaan dikumpulkan dalam keranjang dan goni pelastik, lalu dititipkan ke tempat saudara yang marrengge-rengge di sana. Lalu aku diajak inong untuk membeli kebutuhanku seperti sepatu atau baju.

Aktifitas terakhir yang kami lakukan di onan adalah makan mie di tempat jualan mie langganan inong. Disana tersedia beberapa menu seperti mie gomak, mie sop, mie pecal dan gorengan. Mengingat moment itu jadi ingin pergi ke sana makan mie gomak dan mie sop khas Siborong-borong yang yumiii dan lezat.

Tidak terasa waktu begitu cepat berlalu. Ntah jam berapa tidak tahu karena saat itu masih jarang orang memakai jam dan belum ada handphone seperti sekarang ini. Yang jelas hari sudah sore dan kami pun beranjak pulang menuju tempat angkutan ngetem di dalam lokasi terminal Siborong-borong.

Dalam perjalanan menuju pulang, terkadang aku tertidur didalam angkutan sambil dipangku inong. Pasti terasa lelah memang, dari pagi tidak ada waktu istirahat untuk tidur. Tanpa terasa sekitar tiga puluh menit perjalanan kami sudah tiba di persimpangan jalan yang menuju kampung.

Sembari berjalan menuju kampung, inong menjunjung keranjang yang sudah penuh dengan belanjaan dan aku pun membantunya menenteng belanjaan yang agak ringan. Kalau among (bapak) tidak ada pekerjaan, biasanya dia akan datang menjemput sampai ke simpang atau bertemu ketika kami sudah dalam perjalanan menuju ke rumah. Begitu sampai dirumah semua belanjaan dibereskan. Nasi, ikan, sayur dimasak. Saat jam makan malam, kami selalu usahakan makan malam bersama semua anggota keluarga.

Terasa juga capek dan lelahnya berbelanja menemani inong. Namun aku merasa senang dan bahagia. Hingga aku pun sudah berkeluarga, ketika pas moment hari onan kami liburan di kampung, aku usakahan selalu ikut inong berbelanja, setidaknya membantunya membawa belanjaannya.

Aku sendiri telah merasakan bagaimana capeknya berbelanja di onan. Berjalan berkeliling-keliling sambil membawa tentengan yang lumayan berat. Jika aku sendirian belanja, membawa belajaan hampir sekitar lima kilo pun, tangan dan bahu sudah mulai terasa pegal.

Namun ada satu kebiasaan inong yang selalu kuingat ketika aku berbelanja di pasar. Biasanya inong akan lebih memilih membeli sayuran atau kebutuhan dapur yang penjualnya adalah opung-opung atau yang sudah lanjut usia. Ntah kenapa, aku tidak pernah menanyakan itu kepadanya. Yang pasti kebiasaan itu juga telah kuterapkan ketika aku berbelanja ke onan.

Setiap kali berbelanja seperti sayuran dan kebutuhan dapur, aku usahakan terlebih dahulu melihat penjualnya, apakah masih muda atau sudah opung-opung. Jadi aku lebih memilih penjualnya yang sudah agak tua atau sudah lanjut usia. Senang rasanya bisa membantu mereka. Mauliate da.. mauliate da..., kata itu sering aku dengar ketika aku beli jualan mereka. Melihat senyum di wajah mereka, hatiku merasa bahagia.  

Dengan hal kecil pun kita bisa membuat orang lain bahagia loh...lakukanlah..sebab tidak selalu ada kesempatan untuk membantu orang lain!!!

 

Salam_semangat

Silangkitang_Tarutung

Minggu, 5 Desember 2021

 

 

 

Kamis, 02 Desember 2021

IBU tanpa IBU


Rasanya waktu ini sangat cepat sekali berlalu. Itu yang sering sekali saya rasakan ketika hari menjelang malam. Cukup melelahkan dari pagi, siang hingga sore di depan laptop. Memberi kuliah online zoom, memeriksa tugas mahasiswa di google classroom, diskusi grup WA, dan aktifitas lainnya yang harus diselesaikan menggunakan laptop. Bahkan makan siang pun tadi sudah terlambat menjelang pukul tiga sore. Saat perut sudah terasa keroncongan barulah ingat makan.

Selesai makan siang  masih saja disibukkan menjawab pertanyaan-pertanyaan mahasiswa di WA tentang tugas yang saya berikan. Sekitar jam 17.00 WIB pergi keluar rumah sebentar untuk membeli ikan. Tadinya mau sekalian keluar bermain bersama anak-anak, tetapi tidak jadi karena hujan gerimis. Lalu menjelang pukul enam saya sempatkan waktu sekitar 30 menit untuk berolahraga dengan melakukan senam di rumah. Saya selalu usahakan melakukan senam setiap hari supaya otot-otot ini tidak tegang apalagi setiap hari bekerja di depan laptop.

Segar rasanya badan ini setelah senam, mandi air hangat, lalu makan malam. Ketika makan malam tiba-tiba saya teringat tentang komitmen untuk melanjutkan tantangan menulis. Saya lihat jam sudah menjelang pukul delapan. Wahhh..dalam hatiku berkata sebentar lagi sudah mau lewat hari ini. Sembari saya makan, saya berpikir dan merenung apa yang harus saya tuliskan tentang inongku (ibu) di hari kedua ini. Saya persingkat waktu makan dan kembali membuka laptop.

Akhirnya judul inilah yang terlintas di dalam pikiranku, ibu tanpa ibu. Mengapa saya membuat topik itu? Karena ibu saya hidup menjalani kehidupannya tanpa ibunya yang melahirkannya. Opung (nenek) saya, ibunya inongku telah kembali kepada Sang Pencipta ketika usia ibu ku masih kecil. Bahkan dua orang adeknya masih usia balita. Bagaimana kisah kehidupan sesungguhnya dari inongku ini bersama adek-adeknya akan saya ceritakan di kisah selanjutnya. Belum pernah ada moment yang pas supaya saya dapat mendengar cerita real nya tentang itu dari inong, karena saya pun enggan menanyakan itu. Saya kuatir ibu saya tersinggung atau merasa sedih mengingat masa kecilnya. Saya pun akan sangat sedih mendengarkan itu. Membayangkan kondisi kehidupan ibu waktu kecil pun aku merasa sedih.

Ibu ku di masa kecilnya bertumbuh dibawah asuhan opungnya (ibu dari kakekku). Opung doliku (kakekku) akhirnya menikah lagi. Opungku yang berprofesi sebagai pendeta tidak menetap tinggal di satu tempat. Pada masa periode beberapa tahun akan dipindahkan dari satu daerah kedaerah lain. Kondisi itu mungkin yang membuat ibuku tinggal bersama neneknya karena harus juga menjalani masa sekolah.

Apa yang mau saya sampaikan dari cerita ini adalah bahwa ibu ku ternyata tidak menikmati masa kecil seperti aku dan saudara-saudaraku. Sejak kami lahir hingga sekarang sudah berkeluarga, kami mendapatkan kasih sayang yang sempurna dari kedua orang tua kami. Ibu ku dan dua orang adeknya yang masih kecil sudah kehilangan ibu mereka sebelum mereka mengenal dunia yang sesungguhnya. Akhhh...tahe...aku pun jadi sedih.hikss..hikss...hiks.. Bagaimana jika kondisi itu terjadi dengan anak-anakku yang masih kecil sekarang ini? Sungguh tak bisa kubayangkan. Kiranya Tuhan berikanlah umur yang panjang kepadaku hingga nanti aku dapat melihat anak-anakku ini dewasa dan berbakti bagi bangsa ini.

Sungguh luar biasa memang inongku ini. Harus dipaksa keadaan supaya bisa hidup mandiri dan tegar menghadapi kenyataan. Aaakhh..jadi sedih hatiku bah..hiks..hikss. Di usianya yang masih kecil, ibu ku harus juga memperhatikan kedua adeknya yang masih kecil. Seharusnya di usia itu adalah masa seorang anak menikmati kebahagiaan dimanja oleh orangtuanya. Tetapi ibu ku tidak merasakan itu. Mungkin karena kondisi itu jugalah, sehingga kami tidak pernah dimanja oleh ibu kami sejak kecil. Kami diajari bagaimana berjuang dalam kehidupan ini. Satu hari tidak bisa terlewat tanpa ada sesuatu yang dikerjakan. Sepulang sekolah kami harus pergi ke ladang. Bahkan setiap hari libur kami diharuskan ikut pergi ke ladang. Kisah tentang moment liburan ini akan kuceritakan dalam tulisan selanjutnya. 



 

Satu pesan yang perlu saya sampaikan kepada para pembaca yang budiman. Syukurilah pemberian Tuhan dengan keberadaan ibu mu sekarang ini. Dengan segala keterbatasannya ibu selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Berusaha juga lah memberikan yang terbaik untuk ibu mu. Jika tidak bisa melakukan sesuatu supaya ibu mu bahagia, setidaknya berusahalah supaya ibu mu jangan sedih karena melihat perbuatanmu.

Demikianlah sepenggal kisah tentang inong ku di malam hari ini.

 

Salam sehat

Silangkitang_Tarutung

Kamis, 02 Desember 2021 


Mengapa ku mencintaimu? (part-9)

  Senang, bahagia, sedih, lelah, lega semua rasa bercampur. Senang dan sangat bahagia yang kurasakan bisa berjumpa denganmu. Seseorang yang ...