Aku semakin menyadari betapa
besarnya cinta kasih seorang ibu kepada anaknya ketika aku telah menjadi
seorang ibu. Saat mengandung anak pertama aku sudah merasakan ketidaknyamanan
dari hari ke sehari selama kurang lebih sembilan bulan hingga tiba hari
melahirkan. Selama mengandung, perasaan dan emosi susah dikendalikan. Bukan
hanya itu saja, selera makan pun selalu terancam karena pengaruh mual dan
hormon yang berubah dalam tubuh si ibu. Selama masa kehamilan tidak pernah lagi
kurasakan tidur yang nyaman dan nyenyak.
Hingga sampai hari H melahirkan,
aku harus mempertaruhkan nyawa di meja operasi. Bahkan ibu-ibu yang lain
merasakan sakit luar biasa ketika akan melahirkan. Ternyata ketidaknyamanan itu
tidak berhenti setelah melahirkan. Dengan kehadiran si baby kondisi si ibu
semakin tidak nyaman karena waktu untuk tidur dan istirahatpun sudah sangat
jarang. Mengapa? Setelah melahirkan, si ibu pun harus stanby setiap saat untuk
menyusui si baby tanpa mengenal waktu, apakah pagi, siang, sore atau malam.
Selain mengurus si baby, aku juga
harus memasak dan membereskan rumah. Syukur ada suami yang mau membantu untuk
cuci kain dan membantu belanja segala keperluan dapur. Saat itu aku masih
berprofesi sebagai ibu rumah tangga saja, jadi segala kekuatan masih bisa
dipaksakan untuk mengurus si baby tanpa ada yang membantu di rumah.
Sejak kehamilan pertama hingga
sekarang ini sudah hampir mencapai delapan tahun tubuh ini rasanya tidak pernah
lagi merasakan istirahat yang cukup serta tidur yang nyenyak dan nyaman. Anak-anak
semakin bertumbuh semakin membutuhkan banyak perhatian orangtua. Apalagi ketika
anak sudah mulai di tahap pertumbuhan belajar berjalan, si ibu tidak bisa lagi
memposisikan dirinya duduk dengan manis karena setiap detik harus memperhatikan
aktifitas si anak.
Aku coba membayangkan kondisi
inongku berpuluh tahun yang lalu saat kami dilahirkan dan dirawat di masa usia kami
balita. Lima orang kami bersaudara. Berarti lima kali lah inongku
mempertaruhkan nyawanya untuk melahirkan kami. Apalagi waktu kehamilan anaknya
yang nomor empat yang sering mengalami pendarahan waktu itu.
Lalu kami dilahirkan dengan jarak
waktu yang tidak terlalu lama sekitar dua tahun. Si kakak masih usia hampir dua
tahun adeknya sudah lahir. Begitu seterusnya sampai lahir anaknya yang kelima.
Jadi, jika kubayangkan tidak ada lagi memang waktu inong untuk dirinya sendiri.
Setiap saat setiap detik harus mampu memperhatikan segala aktifitas
anak-anaknya, karena sedikit silap saja, bisa saja si anak tergelincir saat
bermain atau mengalami kecelakaan.
Ketika malam hari pun tak ada
waktu istirahat. Si ibu harus selalu berjaga-jaga mendengar tangisan bayi
setiap saat dan harus sigap mengganti popok bayi dan juga menyusui. Anak yang
satu masih menyusui, anak yang lain harus disuapi makan, dan anak yang lainnya
juga masih harus dibantu/diajari untuk bisa makan sendiri. Bahkan si ibu pun
harus sambil makan sambil menyusui si anak. Pas jam makan si ibu, si anak yang
lain pun sudah buang air besar di dalam celana. Mau nggak mau suka gak suka si
ibu harus rela hati membersihkannya.
Begitulah hari-hari itu berlalu
dijalani oleh inong tanpa mengenal lelah. Ditambah lagi inong harus menjalankan
tugasnya sebagai guru. Tidak jarang anak itu digendong sambil menunaikan tugasnya
di sekolah. Sungguh luar biasa tubuh
yang kuat dan tangguh yang diberikan Tuhan. Benar-benar luar biasa. Saya saja
dengan tiga orang anak terkadang merasakan tubuh ini terasa remuk dan tak
berdaya.
Begitulah kondrat yang sudah
diberikan oleh Sang Pencipta kepada seorang ibu harus mengalami penderitaan
saat mengandung dan melahirkan bahkan sampai mempertaruhkan nyawanya. Hal itu
jelas tidak bisa ditolak. Tetapi soal mengurus anak adalah tanggunggjawab
bersama kedua orangtua yaitu si ibu dan si ayah. Keduanya harus bekerjasama
saling membantu dan saling menolong dalam mengasuh sejak si anak lahir hingga
anak tumbuh besar, mandiri dan dewasa.
Beberapa yang saya amati,
cenderung hanya si ibu yang lebih berkewajiban dalam mengurus si anak,
sedangkan si ayah hanya merasa bahwa kewajibannya hanya mencari nafkah. Apalagi
di kampung saya, soal dapur, soal rumah, dan soal anak itu adalah tanggungjawab
si ibu. Ntahlah kenapa bisa seperti itu.
Yang jelas pengorbanan inong
sangat luar biasa...!!!
Salam_semangat
Silangkitang Tarutung
Selasa, 7 Desember 2021
Tidak ada komentar:
Posting Komentar