Kali ini saya akan memberikan
sedikit ulasan tentang topik ini dari hasil diskusi KTB (Kelompok Tumbuh
Bersama) yang kami lakukan secara online melalui google meet pada hari Jumat,
27 Agustus 2021. Diskusi KTB ini dihadiri oleh 4 pasangan suami isteri yaitu
Kel. John Carson Sinaga/ Rosinta Hutagalung, Kel. Enricho Purba/ Fenny Sitorus,
Kel. Hans Simanungkalit/ Senova Purba, dan Kel. Simon Petrus Malau/ Marina
Nababan. Diskusi ini dilakukan saat masih merajalelanya pandemi covid-19, namun
tidak membatasi kuasa Allah bagi anak-anakNya untuk belajar Firman Tuhan.
Hasil diskusi ini diramu sedemikian rupa dan ditambahkan dengan hasil refleksi pribadi.
Sebuah pertanyaan mengawali
diskusi kelompok, yaitu tentang kisah masa lalu atau masa kecil ketika kita
pernah melanggar perintah orangtua atau merusak barang keluarga yang sangat
berharga, apa yang dilakukan apa yang dirasakan? Masing-masing menceritakan
tentang pengalamannya. Setiap orang pernah melakukan pelanggaran itu. Ketika
melakukannya secara sadar maupun tidak sadar, pastilah ada rasa takut dan
kuatir jangan-jangan orang tua akan memarahi. Rasa takut itu juga dapat membuat
kita akan bersembunyi atau menyembunyikannya tanpa memberitahukan kepada
orangtua. Atau bahkan, ketika ditanyakan tentang kebenarannya bisa saja kita
akan berbohong dengan mengatakan bahwa kita tidak melakukannya, atau bahkan
memikirkan satu tindakan dengan ‘mencari kambing hitam’ supaya jangan kita yang
disalahkan.
Pada bab dua dari buku bahan PA
“Rancangan Allah bagi Pernikahan” secara khusus mengulas tentang awal kejatuhan
manusia ke dalam dosa pada Kejadian pasal 3. Sebelumnya dalam Kejadian pasal 1
dan 2 dijelaskan bahwa perempuan diberikan Tuhan kepada laki-laki itu menjadi
teman yang sepadan, sama-sama terbuka dan saling menerima dalam hubungan mereka
sebagai sahabat. Namun di pasal 3 diuraikan bagaimana rasa bersalah, rasa
takut, kesombongan, dan tuduhan menjadi penghalang antara Allah dengan manusia,
dan juga hal-hal tersebut telah menimbulkan banyak masalah dalam pernikahan.
Di awal kisah pasal 3 dikatakan bahwa ular si
binatang cerdik (ay 3) menggoda Hawa untuk memakan buah larangan Tuhan yaitu
pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat. Sebelum akhirnya Hawa
mengambil buah pohon itu dan memakannya, terjadi dialog singkat diantara mereka.
Dengan kelemahlembutannya si ular mengatakan bahwa mereka tidak akan mati jika
memakan buah itu (ay 4). Ntah apa yang terjadi dengan si Hawa akhirnya tergoda
dengan rayuan bujukan si ular, dia mengambil buah itu dan memakannya serta
memberikan pula kepada si Adam (ay 6). Keduanya memilih tidak taat pada
perintah Tuhan. Satu pertanyaan, mengapa mereka mengambil pilihan itu dengan melanggar
perintah Tuhan? Bukankah ada buah-buah pohon yang lain yang bisa mereka
nikmati?
Manusia diciptakan Tuhan dan
diberikan kehendak bebas. Oleh pengaruh bisikan si iblis melalui ular, kehendak
bebas itu disalahgunakan manusia dan akhirnya mereka melanggar perintah Tuhan.
Setelah mereka memakan buah itu apa yang terjadi? Mata mereka terbuka (ay 7)
dan menyadari bahwa mereka telanjang dan mereka menyembunyikan diri dibalik
pohon-pohon. Dan ketika terdengar suara Tuhan memanggil mereka, mereka sangat
takut, malu dan bersembunyi (ay 8).
Ketika Allah mencaritahu
keberadaan mereka dan bertanya apakah kamu memakan buah itu? Pertanyaan ini
tidak sedang menunjukkan bahwa Allah tidak tahu apa yang telah diperbuat oleh
manusia. Allah adalah Maha Tahu. Kemungkinan Allah sedang konfirmasi kepada
manusia apakah benar mereka telah melakukan itu. Tuhan meminta
pertanggungjawaban mereka. Tuhan menginginkan agar manusia itu menyadari bahwa
mereka telah berbuat salah melanggar perintah Tuhan. Tetapi ternyata manusia
itu tidak mengakui kesalahannya dan malah menyalahkan yang lain (ay 12). Dengan
sombongnya si Adam menyalahkan si Hawa dan si Hawa menyalahkan si ular. Mengapa
demikian? Saya berpendapat bahwa ketika manusia itu memutuskan untuk memakan
buah itu mereka sudah terpedaya oleh iblis melalui si ular. Sejak saat itu
iblis lebih mudah mempengaruhi mereka. Maka ketika Tuhan bertanya, tidak ada
pengakuan yang mereka sampaikan bahwa mereka telah melanggar perintah Tuhan. Dan
Seolah-olah si Adam menyalahkan Tuhan yang telah memberikan si Hawa kepadanya.
Manusia itu takut dan bersembunyi
dan selanjutnya menyalahkan pihak lain. Tidak ada kesadaran diri bahwa mereka
telah melakukan yang salah. Kondisi ini menjadi sebuah fakta bahwa satu dosa/
kesalahan akan diikuti oleh dosa-dosa lainnya ketika tidak ada pengakuan, tidak
ada kesadaran diri dan tidak ada pertobatan.
Setelah manusia melanggar
perintah Tuhan, telah mengakibatkan banyak dampak negatif yang terjadi. Seperti
rusaknya hubungan antara Adam dan Hawa. Yang tadinya mereka mesra (di pasal 2
ay 23), sekarang menjadi saling menyalahkan dan menuduh orang lain yang
bersalah. Bahkan Adam menjadi berkuasa atas perempuan itu (ay 16) menunjukkan
tidak lagi sepadan (psl 2: 18) tetapi seolah-olah Hawa dibawah kuasa Adam (ada
perbedaan tingkatan mengenai hak kekuasaan). Perempuan itu juga akan berahi
kepada suaminya. Rasa saling memiliki sudah tidak ada lagi. Rasa saling
menerima apa adanya pasangannya sudah tidak ada lagi. Kemesraan itu sudah
hilang. Pelanggaran itu juga menyebabkan hubungan manusia dengan Allah menjadi
rusak. Manusia jadi takut, bersembunyi dan menghindar dari Tuhan. Pada akhirnya
manusia itu di usir dari taman Eden (ay 24). Mereka jadi bersusah payah
mengolah tanah (ay 19), Hawa akan kesakitan melahirkan (ay 16), ular dihukum
(ay 14) dan tanah juga dihukum (ay 17). Jika sekiranya manusia itu mengakui
kesalahan mereka, apakah manusia itu akan dihukum juga?
Sekalipun manusia sudah melanggar
perintah Tuhan, Dia masih berbaik hati mencari manusia itu (ay 9). Tuhan juga memberikan
pakaian kepada mereka dari kulit binatang (ay 21). Pakaian dari kulit binatang
berarti ada pengorbanan ada darah yang dicurahkan demi manusia. Ada binatang
yang dikorbankan untuk menutupi rasa malu manusia itu. Hal Ini menggambarkan
bentuk pengorbanan Yesus Kristus yang tercurah darahNya di kayu salib demi menanggung
dosa manusia.
Manusia akhirnya dihukum dan
diusir dari Taman Eden. Tindakan Tuhan ini menunjukkan bahwa Dia tidak main-main dengan
dosa. Allah tidak mau berkompromi dengan pelanggaran yang mereka lakukan (ay
24). Dalam perintahNya jelas, jika kamu makan buah itu maka kamu akan mati.
Artinya hubungan yang mesra dengan Allah menjadi terputus. Tetapi Allah masih
mau mengasihi mereka dengan memberikan pakaian dari kulit binatang dan
membiarkan mereka tetap hidup dan merasakah betapa sulitnya mencari makanan
dengan berjerih lelah mengolah tanah. Allah menunjukkan bahwa Ia adalah Allah
yang kasih dan adil.
Kondisi Adam dan Hawa ternyata
terjadi juga hingga saat ini. Dimana, suami isteri saling menyalahkan, suami
merasa lebih egois, saling mencari pembenaran diri, kurang mengasihi satu
dengan yang lain, kurang menerima kekurangan dari pasangannya. Hal-hal tersebut
telah merusak hubungan dalam pernikahan sehingga timbullah pertengkaran, perceraian dan
bahkan orang tua tidak mengasihi anak dan begitu juga sebaliknya.
Refleksi dan kesimpulan:
Sebagai keluarga Kristen mari
kembali kepada rancangan Allah semula. Mari lihat kembali bagaimana pernikahan
yang didesain Allah sedemikian rupa sebagaimana Dia membuat pernikahan itu
sebelum manusia jatuh ke dalam dosa. Adanya hubungan yang mesra antara
laki-laki (suami) dan perempuan (isteri) saling mengasihi saling menerima
keberadaaan masing-masing. Suami isteri adalah pasangan sahabat yang sepadan.
Tuhan rancangkan pernikahan itu agar mereka mengelola bumi dengan baik serta
memelihara ciptaan Tuhan lainnya. Pernikahan itu adalah untuk tujuan baik
Allah, membawa sukacita bagi pasangan itu, bagi keluarga kedua belah pihak dan
bahkan menjadi berkat bagi masyarakat dan ciptaan Tuhan yang lain. Ingat,
pernikahan haruslah untuk tujuan Tuhan bukan untuk tujuan manusia.
Dalam rancangan Allah semula,
juga adanya hubungan yang sangat dekat antara manusia dengan Allah. Manusia
tidak perlu merasa takut kepada Tuhan. Manusia tidak perlu bersembunyi dari
Tuhan. Suami isteri dan anak-anak bebas untuk berkomunikasi dengan Tuhan, tidak
ada yang menjadi penghalang. Keluarga Kristen harus menjadikan Allah sebagai
yang utama dan terutama dalam keluarga. Perahu pernikahan sedang menuju kepada
tujuannya Tuhan. Di perjalanan pastilah ada gelombang dan badai yang menyerang,
namun dengan penyerahan penuh kepada Tuhan perahu itu akan terus berlabuh dalam
koridorNya Tuhan dan menuju kepada tujuannya Tuhan.
MARI KEMBALIKAN PERNIKAHAN KEPADA DESAINNYA ALLAH..!!!!
SALAM SEMANGAT
Marina Letara Nababan