Masih tersimpan fotomu kala itu |
Dalam kesendirianku didalam bus ada beberapa pertanyaan yang timbul dalam benakku. Aku penasaran bagaimana penilaianmu terhadapku selama beberapa jam pertemuan kita.
Memang tidak pernah kita
berdua serius berbicara satu dengan yang lain walaupun kita sudah saling kenal
sebelumnya. Sekedar say hello saja ketika kita sama-sama hadir dalam setiap
kegiatan TFT di Medan pada masa itu. Keseringan kita saling bercerita ketika
bersama dengan teman-teman tim yang lain.
Jadi pertemuan ini
memang seperti pertemuan pertama bagiku berbincang serius denganmu. Mengenalmu
lebih dalam. Mengenal kampung halamanmu. Mengetahui keluarga dan
saudara-saudaramu. Memahami pekerjaanmu. Melihat dan mengamati cara bicaramu. Menyaksikan
tawa dan lesung pipimu yang unik. Hahahaaa.
Namun keberanian dan
pengorbananmu datang menjumpaiku ke ibukota hanya dalam hitungan jam membuatku
salut dan sekaligus penasaran denganmu. Sebegitu seriusnya dirimu mencari calon
teman hidup. Aku merasa tidak ada yang istimewa dengan diriku. Dan bahkan aku sebenarnya
orangnya tidak pedean berkenalan dengan laki-laki. Karena aku merasa tidak
punya apa-apa untuk diandalkan.
Padahal sebenarnya menurut
ceritamu adanya beberapa cewek cantik yang kamu taksir selama ini. Posisinya
tidak jauh masih sama-sama di kota yang sama denganmu. Dan menurut pengamatanku
diantara satu tim kita sepertinya ada teman cewek yang naksir padamu. Yang
jelas bukan aku. Sering aku menggodamu. Ketika kita telponan aku coba
memotivasimu supaya berusaha mendekati cewek-cewek itu. Manatau dia adalah
jodohmu ya kan. Daripada mikirkan yang jauh yang tidak pasti dan susah
dijangkau ya kan. Hahahaa...
Ntahlah. Tak tau aku apa
alasanmu mau menjumpaiku ke kota yang jauh. Padahal dirimu sudah tahu dengan jelas
bahwa aku sedang kuliah dan masih banyak impianku. Kalau dipikir-pikir memang tak
habis pikirlah aku pada saat itu.
Lamunan dan hayalan
silih berganti dalam pikiranku. Hingga tak terasa bus Damri yang aku tumpangi
sudah tiba di terminal Pasar Minggu. Begitu turun dari bus hari sudah gelap
rupanya. Begitulah memang kondisi ibukota. Kalau tidak macet bukan Jakarta
namanya. Di jalan tol pun bisa macet berkepanjangan. Apalagi lah setelah keluar
jalan tol. Tapi begitu pun aku sudah terbiasa dengan kemacetan Jakarta.
Kesabaran dan emosi benar-benar diuji.
Aku pun segera mencari
angkutan umum yang menuju Depok. Kota dimana aku mencari rejeki untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan kuliah. Sudah lewat jam makan malam. Perut terasa
lapar. Namun aku harus banyak bersabar di dalam angkutan hingga tiba di kos.
Aku membelikan sebungkus nasi di warung dekat kos karena sudah tidak sempat
lagi masak.
Masih sebentar aku tiba
di kos. Ponselku berdering. Ternyata dirimu memberitahukan sudah tiba di Bandara
Polonia Medan dengan selamat. Wah cepat juga yah. Hampir bersamaan waktu kita
tiba di tujuan. Dikaupun melanjutkan perjalanan ke kosmu dengan sepeda motor mu
yang parkir selama satu malam di bandara.
Bersambung....