Cepat sekali rasanya waktu itu berlalu. Tidak terasa dirimu akan kembali pulang ke kotamu. Kita segera beranjak menuju pintu keluar TMII. Walau hati ku sebenarnya masih ingin bersamamu. Tapi apa daya waktu tak bisa kita undur.
Dari depan TMII kita naik angkutan umum menuju terminal Kampung
Rambutan. Dari sana kita berangkat dengan menggunakan bus Damri khusus tujuan bandara
Soeta. Sepanjang jalan kita lanjutkan perbincangan tentang komitmen kita
selanjutnya untuk terus menguji hati dan menggumulkan dalam doa-doa kita.
Akhirnya tiba jugalah di bandara. Tepat waktu. Ada
sedikit kuatir tadi takut terlambat karena kemacetan ibukota tidak bisa
diprediksikan.
Tanpa menunggu berlama-lama lagi dirimu harus cek
in sejam sebelum keberangkatan. Kita bersalaman. Aku melepas kepergianmu dengan
satu senyuman. Memandangimu memasuki pintu masuk ruang cek in hingga tubuhmu
pun tak terlihat lagi.
Aku segera membalikkan tubuhku menuju halte bus
Damri. Beberapa saat aku duduk termenung di sana. Ada rasa sedih yang kurasakan
setelah melepas kepergianmu. Ntah kenapa. Apakah aku sebenarnya berharap banyak
akan kehadiranmu dalam hidupku? Sehingga berat rasanya berpisah denganmu? Meskipun
kita masih status teman biasa, tapi rasanya sosokmu telah mengisi kesepianku
hari demi hari selama beberapa bulan terakhir ini.
Bus yang aku tunggu pun akhirnya datang. Aku kirim
sms mengabarimu bahwa aku sudah di dalam bus menuju pulang. Sementara dirimu
masih di ruang tunggu menunggu keberangkatan pesawat.
Aku pun harus segera berangkat kembali ke kos.
Jarak yang lumayan jauh dari bandara dan macetnya ibukota membuatku tidak bisa
berlama-lama di bandara. Sepanjang jalan di dalam bus, aku hanya teringat akan
semua kebersamaan kita. Air mataku jatuh juga membasahi pipiku karena sedih
yang tak tertahan setelah berpisah denganmu.
Berharap akan ada lagi waktu untuk bertemu denganmu.
Walaupun sebenarnya hati ini sudah tak sabar mengungkapkan untuk menjadikanmu
sebagai teman spesial. Aku harus bersabar. Menunggu waktu yang tepat. Sesuai
kesepakatan kita. Menguji hati menguji perasaan.
Ya. Lebih sungguh lagi menggumulkan dalam doa.
Bertanya pada Tuhan. Apakah dirimu sosok yang sedang dipersiapkanNya menjadi
calon teman hidupku? Aku tidak tahu. Biarlah waktu yang akan menjawab dan
membuktikannya.
Aku pun tidak ingin gegabah dalam mengambil
keputusan. Tidak mau terlalu dini menyimpulkan tentang perasaanku padamu. Kita sudah
sama-sama dewasa. Sudah cukup umur untuk membentuk rumah tangga. Tujuan kita
bukan lagi untuk mencari pacar. Impian kita adalah mencari teman yang mau hidup
bersama hingga maut memisahkan.
Sms mu membuyarkan lamunanku. Dirimu memberitahukan
bahwa pesawatmu akan segera lepas landas. Aku berdoa kiranya Tuhan melindungi
dan memberi keselamatan padamu. Sampai nanti kita akan bersua lagi.
Bersambung.....